Oleh: Abu Athif, Lc. –غفر الله له ولواديه-
Khutbah pertama:
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ الَّذِيْ أَنْزَلَ الْقُرْآنَ اْلعَظِيْمَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَشِفَاءً لِمَا فِي صُدُوْرِ النَّاسِ أَجْمَعِيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَهْلِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ، وَعَلَى أَصْحَابِهِ غُرِّ الْمَيَامِيْنَ وَعَلَى كُلٍّ مَنِ اتَّبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
عِبَادَ اللهِ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ ﷻ فِي مُحْكَمِ التَّنْزِيْلِ:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا﴾
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا﴾
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَإِنَّ شَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Saudaraku kaum muslimin. Sidang jum’at yang dirahmati oleh Allah ﷻ.
Pernahkah kita bertaubat kemudian maksiat lagi? Sadarkah kita bahwa di saat itu iman kita sedang menurun dan dalam kondisi yang tidak baik? Mengapa hal itu terjadi? Tahukah kita ada benteng kuat yang akan bisa membendung kita dari kemaksiatan? Benteng tersebut adalah rasa malu kita kepada Allah.
Rasa malu merupakan bagian iman yang tidak bisa dilepaskan. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad ﷺ dalam sabdanya:
وعن أَبي هُريرة –رضي الله عنه- أنَّ رسولَ اللَّه ﷺ قَالَ: الإيمَانُ بِضْعٌ وسبْعُونَ –أوْ: بِضْعٌ وَسِتُّونَ- شُعْبةً، فَأَفْضَلُها قوْلُ: لا إلهَ إلَّا اللَّه، وَأدْنَاها إمَاطةُ الأَذَى عن الطَّرِيقِ، والحياءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيمَانِ (متفقٌ عَلَيْهِ).
Artinya: Dan dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhoinya- bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Iman ada tujuh puluh sekian cabang atau enam puluh sekian cabang, maka yang paling utama darinya adalah ucapan “Tiada Tuhan selain Allah”, dan yang paling rendah darinya menyingkirkan halangan dari jalan, dan rasa malu sebagian dari iman”. [muttafaq ‘alaih/ telah disepakati keshahihannya].
Beliau ﷺ juga bersabda:
“الحَيَاءُ مِنَ الْإِيْمَانِ ، وَالْإِيْمَانُ فِي الجَنَّةِ ، وَالْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ ، وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ” (رواه الترمذيـ وأحمد، وابن حبان)
Artinya: “Malu adalah bagian dari iman, dan orang beriman berada di surga. Sementara perkataan keji lagi kasar bagian dari perangai kasar lagi buruk, dan orang yang berperangai kasar lagi buruk berada di neraka”. [HR. Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Hibban].
Esensi dari akhlaq malu adalah menjauhkan diri dari keburukan dan kekejian. Oleh sebab itulah malu menjadi bagian iman. Karena dia menjadi bukti ketaatan kepada Allah ﷻ dan rasul-Nya. Bukan dikatakan sebagai sifat malu saat menjauh dan meninggalkan kebaikan dan kebenaran. Sesungguhnya kondisi yang demikian menunjukkan lemahnya iman dan hilangnya malu.
Saat sikap malu terkikis dari peradaban manusia maka hal itu pertanda bahwa kehidupan manusia jauh dari iman dan berada di ambang kehancuran. Tidakkah kita perhatikan dari perjalanan peradaban manusia yang dibinasakan oleh Allah ﷻ dari kehancuran kaum Nabi Luth, kaum Tsamud, kaum ‘Ad dan yang lainnya?! Sebab kehancuran mereka adalah hilangnya sikap malu kepada Allah. Dan ketika rasa malu hilang dari peradaban mereka, maka hilang pula keimanannya. Abdullah bin ‘Abbas pernah berkata:
“الحَيَاءُ وَالْإِيْمَانُ فِي قَرْنٍ، فَإِذَا نُزِعَ الحَيَاءُ، تَبِعَهُ الآخَرُ”
Artinya: “Rasa malu dan Iman berada dalam satu tanduk. Jika tercabut rasa malu maka diikuti oleh lainnya (yaitu Iman). [Jami’ al ‘Ulum wa al Hikam, Ibnu Rajab al Hanbali, hal 267]
Dengan menjaga sikap malu berarti menjaga kebaikan bagi semua. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
وعن عِمْران بن حُصَيْن رضي اللَّه عنهما قَالَ: قَالَ رسولُ اللَّه ﷺ: الحياءُ لا يَأْتي إلَّا بِخَيْرٍ (متفقٌ عَلَيْه)ِ.
Artinya: Dari Imran bin Hushain –semoga Allah meridhoi keduanya- berkata: Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali hanya kebaikan”. [muttafaq ‘alaih/disepakati keshahihannya].
Lalu bagaimana kita harus bersikap malu kepada Allah ﷻ ? sikap malu yang sebenarnya adalah seperti apa yang disabdakan oleh baginda Nabi Muhammad ﷺ:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ –رضي الله عنه- قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ :اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ حقَّ الحَيَاءِ ، قُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللَّهِ إنَّا لَنَسْتَحْيِيْ وَالْحَمْدُ لِلّهِ ، قَالَ : لَيْسَ ذَاكَ ، ولَكِنَّ الْاِسْتِحْيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظ الرَّأْسَ ، وَمَا وَعَى ، وَتَحْفَظَ الْبَطْنَ ، وَمَا حَوَى ، وَلْتَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالبِلَى ، وَمَنَ أَرَادَ الآخِرَةَ ترَكَ زِيْنَةَ الدُّنْيَا ، فَمَنْ فَعَلَ ذلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا يَعْنِي : مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ (رواه الترمذي وأحمد)
Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud –semoga Allah meridhoinya- berkata: Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Malu lah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya rasa malu!” Kami (para sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami malu –dan segala puji bagi Allah-. Beliau bersabda: “Bukan demikian, akan tetapi rasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya rasa malu adalah engkau menjaga kepala dan apa saja yang terkandung dalam pikirannya, engkau menjaga perut dan apa saja yang ada di dalamnya, dan hendaklah engkau mengingat kematian dan siksa akhirat, dan barang siapa yang menginginkan akhirat hendaklah dia meninggalkan perhiasan dunia. Maka barang siapa yang melakukan itu semua sungguh dia telah bersikap malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu”. [HR. Tirmidzi dan Ahmad].
Saudaraku kaum muslimin yang semoga senantiasa mendapatkan limpahan taufiq dan hidayat dari Allah ﷻ.
Dari hadits tersebut kita bisa memahami bahwa malu kepada Allah harus meliputi empat unsur penting:
1. Menjaga kepala dan apa saja yang terkandung dalam pikirannya dan perhatiannya. Maksudnya adalah menjaga seluruh anggota kepala dari kemaksiatan dan memastikan untuk berada dalam ketaatan kepada Allah.
Kepala tidaklah bersujud kecuali hanya kepada-Nya. Tidaklah berpikir negative dan selalu berpikir positif. Tidaklah menggunakan mata, telinga, lisan, hidung dan apa yang ada di kepala kecuali hanya dalam ketaatan kepada Allah ﷻ.
2. Menjaga perut dan apa saja yang ada di dalamnya. Maksudnya menjaga perut dan anggota tubuh yang ada di sekitarnya seperti tangan, kaki dan lainnya dari perkara haram. Termasuk dalam hal ini adalah menjaga kondisi bathin dari penyakit hati seperti sombong, kufur, syirik, hasad, bakhil dan lainnya.
3. Mengingat kematian dan siksa akhirat. Maksudnya senantiasa focus menggapai kematian yang indah. Dengan memilih sebab-sebab kematian yang dicintai dan diridhoi oleh Allah ﷻ. Di saat yang bersamaan, rasa malunya membawa dirinya untuk takut terhadap ancaman siksa neraka. Dirinya malu saat menghadap kepada Allah dengan membawa dosa-dosa yang mengakibatkan dirinya masuk ke dalam neraka.
4. Mengharapkan akhirat dan meninggalkan perhiasan dunia. Maksudnya adalah focus menggapai kemuliaan di akhirat serta tidak disibukkan dengan urusan perhiasan dunia yang cenderung melenakan dan melalaikan. Dengan tidak melupakan bagian dari dunia yang digunakan secara optimal untuk kepentingan akhirat.
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita akhlaq malu dan keteguhan iman di zaman penuh fitnah seperti sekarang ini.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ باِلْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَخَطِيْئَةٍ وَمُوْبِقَةٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
Khutbah kedua:
الْحَمْدُ لله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلَّا الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
عِبَادَ اللهِ ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾
Saudaraku kaum muslimin yang semoga senantiasa mendapatkan limpahan taufiq dan hidayah dari Allah ﷻ.
Melihat perkembangan zaman akhir-akhir ini kita dapatkan betapa kemaksiatan dijajakan dengan vulgar. Budaya permisif di tengah masyarakat semakin menyebar. Perilaku menyimpang dianggap bukan hal yang tabu, alih-alih untuk dicela justru yang terjadi malah dilindungi dengan dalih kreatifitas seni.
Mulai dari ajang berani pamer aurat hingga aksi maling teriak maling, tersajikan di semua media informasi. Para ulama dan orang-orang sholih yang menyuarakan kebenaran dianggap sebagai perusak bangsa, sementara para perusak akhlaq dan moral dianggap sebagai pemersatu bangsa. Wahai kaum muslimin!! Tidak sadarkah kita bahwa hari-hari ini kita dalam peradaban yang sangat buruk?! Ini semua berawal dari terkikisnya rasa malu dari peradaban kita.
Salman al Farisi –رضي الله عنه- pernah berkata: “Sesungguhnya Allah jika berkehendak ingin membinasakan hamba-Nya nisacaya Dia cabut dari dirinya rasa malu. Jika telah tercabut rasa malu maka tidaklah engkau menemuinya kecuali dirinya dimurkai dan dibenci. Jika telah dimurkai dan dibenci niscaya akan tercabut darinya sikap amanah, dan engkau tidak mendapatinya kecuali sifat khianat dan suka menuduh orang lain berkhianat. Jika dirinya telah khianat dan suka menuduh orang lain berkhianat niscaya akan tercabut darinya rasa kasih sayang. Maka engkau tidak mendapatinya kecuali orang yang bersifat keras lagi kasar. Jika telah bersikap keras dan kasar maka akan tercabut dari lehernya ikatan iman. Jika iman telah tercabut darinya niscaya tidak engkau mendapatinya kecuali dia adalah setan yang terlaknati”. [Jami’ al ‘Ulum wa al Hikam, hal 267].
Saudaraku kaum muslimin! Saatnya kita bergerak untuk menjaga peradaban manusia dengan mengkampanyekan “jaga rasa malu”.
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita akhlaq malu dan keteguhan iman hingga akhir hayat kita nanti.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم
﴿وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ﴾
اِعْلَمُوْا عِبَادَ الله… أَنَّ اللهَ أَمَرَ أَمْرًا بَدَأَ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ، وَثَلَّثَ بِاْلمُؤْمِنِيْنَ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى:﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا ومولانا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارَكَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللَّهُمَّ ياَ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُبَلِّغُنَا بِهِ حُبَّكَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهِا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، وَالْغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالْفَوْزَ بِالْجَنَّةِ، وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُوْلُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَّتِكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهَا جَنَّتَكَ، وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا، وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
No Comments