Unsur-Unsur Taqwa

9 minutes reading
Friday, 11 Nov 2022 00:15 0 1065 admin

KHUTBAH PERTAMA

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهدى الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له

أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعه بإحسان إلى يوم الدين

فيا أيها الحاضرون أوصيكم ونفسي أولا بتقوى الله فقد فاز المتقون

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا  يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار

Ma’asyiral muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah, marilah kita selalu bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala, karena tidaklah kita diciptakan di dunia ini melainkan untuk bertakwa, dan tidaklah Allah memberikan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia, kepada hamba-hamba-Nya kecuali agar nikmat tersebut membantu hamba untuk bertakwa.

Ma’asyiral muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah, hakekat takwa adalah kita jadikan diri kita selalu di dalam perlindungan, di dalam penjagaan dari azab dan siksa Allah, dengan tunduk menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Diriwayatkan dari Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:

التقوى هو الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والقناعة بالقليل والاستعداد ليوم الرحيل

“Takwa ialah takut kepada Allah yang Maha Agung, mengamalkan Al Quran, Qona’ah (menerima) dengan pemberian yang sedikit, dan siap-siap untuk menghadap Allah subhanahu wata’ala.”

Ma’asyiral muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah, para ulama berbeda pendapat tentang definisi takwa, namun semua definisi mereka berkutat dengan antara hamba dengan rabnya, yaitu benteng yang melindungi hamba dari murka dan siksa Allah subhanahu wata’ala.

Imam Ibnu Hajar Al Hambali rahimahullah mengatakan;

وأصل التقوى أن يجعل العبد بينه وبين ما يخافه ويحاذره وقاية تقية منهمنه،  فتقوى العبد لربه أن يجعل بينه وبين يخشاه من ربه من غضبه وسخطه وعقابه وقاية تقيه من ذلك وهو فعل الطاعة واجتناب المعاصي

Asli dari pengertian takwa yaitu adanya seorang hamba yang menjadikan antara dirinya dan antara yang dia takutkan, antara apa yang ia takutkan dan ia waspadai ada wiqoyah, penjagaan, benteng yang bisa menyelamatkan dirinya dari azab dan murka Allah subhanahu wata’ala. Maka jika ada seseorang yang bertakwa kepada Allah maka mestinya ia menjadikan antara dirinya dan yang ia takutkan yaitu Rabnya berupa murka Allah maka ia menjadikan benteng antara dirinya dan murka Allah itu. Yaitu dengan jalan mengerjakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.

Ma’asyiral muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah, lalu bagaimana caranya agar ketakwaan bisa tertanam dalam hati kita? Caranya adalah dengan mengerahkan kesungguhan hati dalam menanamkan takwa di dalam hati kita. Selain itu ada banyak jalan yang bisa membantu kita menanamkan takwa. Di antaranya adalah amalan-amalan berikut ini:

  1. Membaca Al Quran dan mentadaburi maknanya.

Bertambahnya makrifat seorang hamba kepada Rabnya akan menambah ketakwaannya, karena itulah Allah subhanahu wata’ala menurunkan Al Quran, agar orang-orang yang mempunyai akal seamakin mengetahui Allah dengan tanda-tanda dan ayat-ayat-Nya sehingga ia mendapatkan nikmat Allah berupa takwa.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًۢا بَعْدَ إِذْ هَدَىٰهُمْ حَتَّىٰ يُبَيِّنَ لَهُم مَّا يَتَّقُونَ

Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi.” (QS. At Taubah: 115)

  1. Menjunjung tinggi syariat-syariat Allah dalam diri kita.

Menjunjung tinggi syariat-syariat Allah dalam diri kita dan mengamalkan ketentuan-ketentuan-Nya juga merupakan faktor yang membantu kita dalam menanamkan takwa. Karena itulah Allah subhanahu wata’ala berfirman:

خُذُوا۟ مَآ ءَاتَيْنَٰكُم بِقُوَّةٍ وَٱذْكُرُوا۟ مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa”. (QS. Al Baqarah: 63)

  1. Menghiasi diri dengan akhlak-akhlak terpuji.

Akhlak terpuji akan membuat kita bertakwa, seperti akhlak adil sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ

“Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al Maidah: 8)

Ada juga akhlak terpuji berupa pemaaf, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

وَأَن تَعْفُوٓا۟ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ

Dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al Baqarah: 237)

Akhlak terpuji berikutnya yang membantu kita dalam menanamkan takwa dalam diri kita adalah mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mengagungkannya dan memuliakannya. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَٰتَهُمْ عِندَ رَسُولِ ٱللَّهِ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱمْتَحَنَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَىٰ

“Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa.” (QS. Al Hujurat: 3)

  1. Mencurahkan kesungguhan, bekerja keras dalam menjalankan taat, memperbanyak ibadah dan dzikir kepada Allah subhanahu wata’ala.

Bersungguh-sungguh, bekerja keras, berusaha sekuat tenaga dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, memperbanyak dzikir dan berdzikir terus-menerus tidak putus-putus juga merupakan faktor yang bisa membantu kita dalam menanamkan ketakwaan dalam diri kita.

Ma’asyiral muslimin jamaah jumah rahimakumullah, unsur yang kedua dalam sifat orang yang bertakwa adalah العمل بالتنزيل mengamalkan Al Quran, menjadikannya undang-undang yang kontinu, yang abadi bagi umat Islam. Melaksanakan perintah-perintah yang ada di dalamnya dan menjauhi larangan-larangan yang juga ada di dalamnya.

Maka apabila ada orang yang mengaku bertakwa tapi tidak mengerti cara-cara takwa yang ditunjukkan oleh Al Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi ‘wasallam maka pasti orang itu belum bisa dikatakan bertakwa. Karena takwa tidak berdasarkan dugaan dan sangkaan kita, takwa adalah sesuai dengan petunjuk Allah dalam Al Quran dan sunnah.

Sayang, keadaan umat akhir-akhir ini begitu buruk karena tidak berpegang teguh terhadap Al Quran dan sunnah, padahal Allah subhanahu wata’ala berfirman:

إِنِ ٱلْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” (QS. Al An’am: 57)

Berhukumnya kita kepada selain Al Quran membuat kita menjadi umat yang hina seperti umat terdahulu, seperti yahudi yang tidak berpegang dengan kitab sucinya sehingga menjadi keturunan kera dan babi.

Ma’asyiral muslimin jama’ah jumah rahimakumullah, unsur yang ketiga dari sifat takwa yang terdapat dalam riwayat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah الاستعداد ليوم الرحيل  bersiap-siap untuk berangkat menuju Allah subhanahu wata’ala. Ini merupakan perkara yang penting yang harus kita perhatikan sehingga kita dapat bersiap-siap dengan sempurna dalam menghadapi berangkat menuju Allah atau kematian. Kematian tidak bisa ditunda kedatangannya, pasti akan datang baik cepat maupun lambat sesuai waktunya.

Kita perhatikan, banyak manusia yang mengikuti hawa nafsunya, terus bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah karena dia lupa tentang kematiannya. Kenapa manusia masih terus lupa dengan kematian yang akan mendatanginya padahal ia sudah sering melihat liang lahat berupa tanah yang basah yang akan menjadi tempatnya setelah mati, di tempat itu akan ada hari-hari yang suram yang akan membuat kepalanya beruban.

Ma’asyiral muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah, kematian sebagaimana yang kita lihat dan kita ketahui merupakan suatu yang nyata, kedatangannya tidak bisa untuk ditolak dan ditunda, tidak ada seorang pun yang bisa lolos dari datangnya kematian, kemanapun kita pergi kematian tetap akan sampai kepada kita karena sejatinya kematian itu sudah diikat di ubun-ubun kita. Oleh karena itu sudah seyogyanya bagi kita untuk selalu memohon pertolongan berupa taufik dari Allah agar kita dimatikan dalam keadaan baik, dalam keadaan husnul khotimah.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

أَيْنَمَا تَكُونُوا۟ يُدْرِككُّمُ ٱلْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِى بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” (QS. An Nisa’: 78)

Jangan sampai ada di antara kita yang dengan sabda Rasulullah: “Umur umatku antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun” Lalu dia bermaksiat sekehendaknya karena ia berkeyakinan umurnya masih muda, belum ada enam puluh tahun dan jika sudah enam puluh tahun maka ia akan bertaubat.

Dari mana kita tahu bahwa umur kita akan mencapai enam puluh tahun, tujuh puluh tahun dan seterusnya? Padahal kita sudah melihat dengan mata kepala kita sendiri tidak sedikit anak muda yang sudah meninggal bahkan dengan umur kurang dari dua puluh tahun. Sudah seharusnya kita menjadi orang yang mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian dalam keadaan apapun, kita senantiasa berusaha selalu menjalankan taat sehingga kita bisa wafat dalam keadaan baik, dalam keadaan husnul khotimah.

Telah diriwayatkan bahwa sahabat Bilal radhiyallahu ‘anhu sedang naza’, nyawanya sudah hendak lepas dari raganya, putrinya pun menangis di sampingnya sambil berkata: “Wahai bapakku, sedih hatiku, susah hidupku setelah bapak nanti meninggalkanku pergi dari dunia iniini.” Bilal pun melarang putrinya dari mengucapkan kalimat tersebut dengan mengatakan; “Wahai putriku, kamu jangan berkata seperti itu, karena sebentar lagi bapakmu tidak susah, justru bapakmu sangat senang karena sebentar lagi bertemu dengan orang yang dicintainya yaitu nabi Muhammad beserta para sahabat-sahabatnya.”

Ma’asyiral muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah, hendaknya kita bersikap sebagaimana sikapnya Bilal yang senantiasa siap menghadapi kematian, sehingga apabila kita menghadapi kematian kita tidak akan menghadapinya dengan mengecewakan.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وقل رب ارحم وأنت خير الراحمين

 

KHUTBAH KEDUA

الحمد لله حمدا كثيرا كما أمر

أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين

أما بعد

Ma’asyiral muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah, pada kesempatan khutbah yang kedua ini kembali pesankan kepada diri saya pribadi khususnya dan kepada seluruh jamaah umumnya untuk senantiasa tetap bertakwa dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Ma’asyiral muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah, kita sering mendengarkan peringatan takwa. Paling tidak setiap pekan sekali kita selalu mendapatkan pesan dari khatib dalam khutbah jumatnya; ittaqillah ittaqillah.. Takwalah kalian kepada Allah.. Takwalah kalian kepada Allah.. Tapi kenapa sekalipun kita sering dan selalu mendapatkan peringatan untuk bertakwa kepada Allah kenapa pengaruhnya kepada diri kita seakan tidak ada?

Kita jangan seperti itu, jangan sampai peringatan takwa yang disampaikan setiap jumat itu bagaikan angin lalu. Ada sebuah riwayat bahwa ada seorang Yahudi yang punya kebutuhan kepada khalifah Harun Ar Rasyid, sudah setahun lamanya Yahudi itu selalu mendatangi pintu istananya khalifah Harun Ar Rasyid tapi ia belum juga mendapatkan hajatnya.

Pada suatu hari orang Yahudi itu berdiri di depan pintu istana, ketika Harun Ar Rasyid keluar dari istana melewati pintu itu maka ia pun langsung berdiri di depannya dan berkata; ittaqillah ittaqillah ya amiral mukminin, bertakwalah kepada Allah wahai amirul mukminin! Maka Harun Ar Rasyid pun langsung turun dari kendaraannya dan tersungkur bersujud kepada Allah, ketika beliau mengangkat kepala maka beliau pun memerintahkan ajudannya untuk memenuhi hajat orang Yahudi tersebut.

Ketika orang Yahudi itu pulang maka dikatakan kepada khalifah Harun Ar Rasyid; “Wahai Harun Ar Rasyid, engkau sampai turun kendaraan kemudian bersujud hanya karena kata-katanya orang Yahudi itu?” Beliau pun langsung menjawab, “Saya turun kendaraan lalu bersujud bukan semata-mata karena perkataan orang Yahudi, tapi saya ingat firman Allah subhanahu wata’ala:

وَإِذَا قِيلَ لَهُ ٱتَّقِ ٱللَّهَ أَخَذَتْهُ ٱلْعِزَّةُ بِٱلْإِثْمِ ۚ فَحَسْبُهُۥ جَهَنَّمُ ۚ وَلَبِئْسَ ٱلْمِهَادُ

Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. Al Baqarah: 206)

Inilah yang menyebabkan saya turun dari kendaraan lalu saya bersujud kepada Allah, tidak mungkin bagi saya untuk menyombongkan diri ketika mendengar lafadz ittaqillah bertakwalah kepada Allah.

Ma’asyiral muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah, inilah contoh yang baik, seorang raja besar Harun Ar Rasyid begitu mendengar ucapan ittaqillah beliau langsung ketakutan dan tidak mau menunjukkan kesombongan semata-mata karena takut kepada Allah subhanahu wata’ala, takut jika nanti akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam.

Ma’asyiral muslimin jama’ah jum’ah rahimakumullah, kalimat yang sederhana dan sering kita dengar, “ittaqillah, bertakwalah kepada Allah” Setiap hari Jum’at, jika tidak ada pengaruhnya dalam diri kita maka ditakutkan jika tempat yang layak bagi diri kita adalah neraka sebagaimana disebutkan dalam surah Al Baqarah ayat ke dua ratus enam.

Oleh karena itu hendaknya kita senantiasa meminta pertolongan kepada Allah subhanahu wata’ala agar mengajari kita ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk diri kita sendiri dan orang lain. Demikianlah khutbah yang kami sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat untuk saya sendiri khususnya dan untuk seluruh jamaah pada umumnya.

Akhirnya mari kita akhiri dengan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala:

بسم الله الرحمن الرحيم

ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ ۖ وَٱعْفُ عَنَّا وَٱغْفِرْ لَنَا وَٱرْحَمْنَآ ۚ أَنتَ مَوْلَىٰنَا فَٱنصُرْنَا عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْكَٰفِرِين

اللهم اغفر لنا ولوالدينا ولمشايخنا ولمن له حق علينا يا أرحم الراحمين

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

وسبحان الله رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين أقم الصلاة

 

 

Khatib: Ust. Sartono Munadi

Editor: Adib

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *